TINJAUANNERACA MASSA PADA PROSES PENGOMPOSAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DENGAN PENAMBAHAN AIR LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT [A Review of Mass Balances in Composting Process of Empty Fruit Bunches by Addition of Palm Oil Mill Effluent] and 24.04 to 26.09%, respectively, and evaporated materials were about 46.33 to 48.94%. TINJAUAN NERACA
100% found this document useful 2 votes4K views12 pagesCopyrightΒ© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 2 votes4K views12 pagesBagan Alir Serta Material Balance Proses Pengolahan Kelapa SawitJump to Page You are on page 1of 12 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 11 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Adabeberapa komponen mesin pada pabrik kelapa sawit, dan kami akan membahas apa saja kegunaannya masing-masing untuk Anda. 1. Fruit Cages. Sesuai dengan namanya, Fruit Cages digunakan untuk mengangkut tandan buah segar atau TBS, istilah tersebut memiliki arti buah kelapa sawit.
Palm oil is one of the crops that produce crude palm oil CPO. Losses or loss of production is generally a natural thing in the palm oil processing process. Oil losses are the loss of the amount of oil that should be obtained from the results of a process but the oil cannot be obtained or is lost. The loss rate for palm oil is the amount of oil that is not taken up in the processing. The oil that is not taken is partly wasted into the boiler as fuel oil from fiber. Oil losses are the loss of the amount of oil that should be obtained from the results of a process but the oil cannot be obtained or is lost. In testing oil losses using the socket extraction method. Soxlet extraction is a continuous extraction technique using a soxhlet, with the principle of distillation of solvent from the flask to the cooler, then dripping wet and immersing the sample located in the center of the soxlet apparatus. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Daur Lingkungan, 42, Agustus 2021, 59-63 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Batanghari Jambi Online ISSN 2615-1626, DOI 59 Analisa Kehilangan Minyak Oil Losses Pada Proses Produksi Di Pt X Arif Nurrahman1*, Edwin Permana2, Azra Musdalifah3 1 Politeknik Energi dan Mineral Akamigas, Jalan Gajah Mada No. 38 Cepu, Blora, Jawa Tengah 2,3 Program Studi Kimia Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia, Jl. Jambi-Ma. Bulian KM15 Mendalo Darat Jambi 36361 *Email anurrahman ABSTRACT Palm oil is one of the crops that produce crude palm oil CPO. Losses or loss of production is generally a natural thing in the palm oil processing process. Oil losses are the loss of the amount of oil that should be obtained from the results of a process but the oil cannot be obtained or is lost. The loss rate for palm oil is the amount of oil that is not taken up in the processing. The oil that is not taken is partly wasted into the boiler as fuel oil from fiber. Oil losses are the loss of the amount of oil that should be obtained from the results of a process but the oil cannot be obtained or is lost. In testing oil losses using the socket extraction method. Soxlet extraction is a continuous extraction technique using a soxhlet, with the principle of distillation of solvent from the flask to the cooler, then dripping wet and immersing the sample located in the center of the soxlet apparatus. Keywords CPO; Oil Losses; Palm Oil; Production 1. Pendahuluan Perkebunan kelapa sawit menghasilkan tandan buah segar TBS. TBS diproses oleh pabrik kelapa asawit PKS utuk menghasilkan minyak sawit mentah CPO dan produk turunan lainnya. Salah satu karakteristik TBS adalah mudah rusak. Pascapanen, dalam 48 jam TBS harus diolah untuk mengurangi kerusakan berupa kehilangan kandungan minyak. Produktivitas yang tinggi menjadikan kelapa sawit kompetitif sebagai alternatif minyak yang dapat digunakan oleh industri makanan, kosmetik, produk kesehatan, biofuel dan biodiesel Stephanie et al., 2018. Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi andalan indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati crude palm oil CPO, tanaman ini sangat banyak ditanam dalam perkebunan di Indonesia terutama di pulau sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan papua. Selain menghasilkan crude palm oil CPO juga menghasilkan limbah yang sangat banyak berupa limbah padat dan cair. Limbah padat berupa tandan kosong, cangkang dan fiber Haryanti et al., 2014. Minyak kelapa sawit CPO merupakan minyak nabati yang didapatkan dari daging dan serabut buah mesocarp yang mengandung banyak minyak, umumnya dari spesies elaesis guineensis. Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi, terdiri atas asam lemak yang teresterfikasi dengan gliserol. Ketika pemrosesan sebagian minyak sawit mengalami oksidasi. Dalam proses pengolahan sawit, perusahaan selalu berupaya untuk mengoptimalkan jumlah rendemen CPO. Salah satu sistem manajemen peruahaan yang ditetapkan untuk mendapatkan jumlah rendemen yang optimal adalah menekan terjadinya kehilangan minyak oil losses pada CPO selama proses produksi. Kehilangan minyak oil losses yang terjadi pada setiap stasiun proses pengolahan minyak` kelapa sawit dikarenakan berbagai faktor. Kadar oil losses yang tinggi mempengaruhi efisiensi produksi pengolahan, menimbulkan kerugian, hal ini disebabkan peralatan yang tidak memiliki kemampuan dan kapasitas desain yang optimal Irwansyah et al., 2019. Losses atau kehilangan produksi umumnya merupakan hal yang wajar dalam proses pengolahan kelapa sawit. Oil losses merupakan kehilangan jumlah minyak yang seharusnya diperoleh dari hasil suatu proses namun minyak tersebut tidak dapat diperoleh atau hilang. Angka kehilangan/kerugian minyak sawit merupakan banyaknya minyak yang tidak terambil pada proses pengolahan. Minyak yang tidak terambil ini sebagian terbuang ke boiler sebagai bahan bakar minyak dari fibre. Oil losses merupakan kehilangan jumlah minyak yang seharusnya diperoleh dari hasil suatu proses namun minyak tersebut tidak dapat diperoleh atau hilang. Pada pengujian oil losses menggunakan metode ekstraksi soklet. Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dari sumber bahan campuran dengan pelarut cair sehingga zat terpisah dari komponen lain yang tidak dapat larut dalam pelarut. Campuran antara fluida padat dan cair sulit untuk dipisahkan, baik secara mekanik maupun termal. Hal ini disebabkan karena zat penyusunnya saling larut, sensitive terhadap panas erat, peka terhadap panas, perbedaan karakter fisiknya sangat kecil, dan konsentrasinya sangat kecil Utomo, 2016. Ekstraksi soklet merupakan alat yang digunakan untuk mengekstraksi suatu senyawa dari material padatnya. Dalam sokhlet akan digunakan pelarut yang berfungsi melarutkan senyawa yang akan diekstraksi. Ekstraksi sokhlet akan menghemat penggunaan pelarut, karena dapat digunakan berulang-ulang. Senyawa yang telah terlarut tidak akan ikut menguap saat dipanaskan karena suhu reflux telah diatur di bawah titik didih senyawa Ethica, 2020. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dalam kegiatan analisa ini dapat diambil perumusan masalah, Bagaimana cara menganalisis kehilangan minyak oil losses, penyebab tingginya oil losses, serta bagaimana mengatasi tingginya oil losses pada setiap sampel. 2. Metodologi Penelitian Bahan san Peralatan Bahan yang digunakan dalam kegiatan analisa oil losses berupa bahan padat seperti press fibre, empty bunch dan nut dan bahan cair berupa final effluent dan heksan. Adapun alat yang digunakan dalam analisa oil losses ini yaitu Crystallizing Dish, evaporating dish, desikator, Timbal, Flasck Bottom, Analitytical Balance, oven dan alat ekstraksi soklet. Arif Nurrahman, Edwin Permana dan Azra Musdalifah, Analisa Kehilangan Minyak Oil Losses Pada Proses Produksi Di Pt X 60 Metode Analisis Metode yang digunakan untuk penentuan Analisa Kehilangan Minyak Oil Losses Pada Proses Produksi yakni secara ekstraksi soklet yang dimana ekstralsi soklet digunakan untuk memisahkan dua senyawa berbeda seperti heksan dan minyak Prinsip Kerja Prinsip soklet yaitu penyaringan yang dilakukan secara berulang sehinggan hasil yang didapatkan sempurna dan pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi relative sedikit. Prinsip soklet pada percoban ini memisahkan antara minyak dan heksan. Perhitungan Adapun rumus mencari oil losses sebagai berikut a. Empty Bunch 1 % Oil Losses pada on sampel Adapun rumus untuk mencari oil losses sebagai beikut Berat sampel basah = Berat wadah + sampel basah β berat wadah kosong Berat sampel kering = Berat wadah + sampel. 2 % Oil Losses on TBS Empty Bunch = % O/WM x 22% Catatan 22% adalah % material balace pada empty bunch b. Nut 1 % Oil Losses pada on sampel Adapun rumus untuk mencari oil losses sebagai beikut Berat sampel basah = Berat wadah + sampel basah β berat wadah kosong Berat sampel kering = Berat wadah + sampel kering β berat wadah kosong 2 % Oil Losses on TBS NUT = % O/WM x 12% Catatan 12% adalah % material balance pada NUT c. Final Effluent 1 % Oil Losses pada on sampel Adapun rumus untuk mencari oil losses sebagai beikut Berat sampel basah = Berat wadah + sampel basah β berat wadah kosong Berat sampel kering = Berat wadah + sampel kering β berat wadah kosong 2 % Oil Losses on TBS Final Effluent = % O/WM x 60% Catatan 60% adalah % material balance pada Final Effluent d. Press Fibre 1 % Oil Losses pada on sampel Adapun rumus untuk mencari oil losses sebagai beikut Berat sampel basah = Berat wadah + sampel basah β berat wadah kosong Berat sampel kering = Berat wadah + sampel kering β berat wadah kosong O/WM =πππππ‘ π πππππ πππππ π‘ππππ π & π π’ ππβ πππππππππππβπππππ‘ πππ‘ππ ππππ ππ πππ‘π‘πππππππ‘ π πππππ πππ πβ % 1 2 % Oil Losses on TBS Press Fibre = % O/WM x 12% Catatan 12% adalah % material balance pada fibre Prosedur Pengujian a. Bahan Padat 1 Ditimbang crystallizing dish kosong dan diberi label 2 Dicatat berat crystallizing dish kosong 3 Dimasukkan sampel kedalam crystallizing dish sebanyak 10gr 4 Dimasukkan kedalam oven dengan suhu 135ΒΊC selama Β± 2 jam 5 Dimasukkan sampel yang telah diovenkan tadi kedalam desikator sampai dingin 6 Ditimbang sampel kering yang telah dingin 7 Dicatat berat sampel yang telah kering 8 Digulung sampel dengan tisu dan dimasukkan kedalam paper thimble 9 Ditimbang flask bottom kosong dan diberi label 10 Dicatat berat flask bottom kosong 11 Dimasukkan sampel yang di paper thimble tadi ke dalam soxhlet extractor 12 Diletakkan flask bottom ke heating mantle dan dimasukkan heksan ΒΎ kedalam flask bottom 13 Dirangkai alat soxhlet dan dialirkan air pada kondensor pada alat soxhlet 14 Dihidupkan heating mantle 15 Dilakukan ekstraksi dengan memanaskan sampel selama Β± 4 jam sampai seluruh minyak terekstrak 16 Dipisahkan heksan dengan minyaknya 17 Dimasukkan ke oven Β± 1 jam 18 Didinginkan 19 Ditimbang dan dicatat berat minyak yang ada di flask bottom b. Bahan Cair 1 Ditimbang evaporating dish kosong dan diberi label 2 Dicatat berat evaporating dish kosong 3 Dimasukkan sampel kedalam evaporating dish sebanyak 20gr 4 Dimasukkan kedalam oven dengan suhu 135ΒΊC selama Β± 4 jam 5 Didinginkan sampel yang telah diovenkan tadi 6 Ditimbang sampel kering yang telah dingin 7 Dicatat berat sampel kering 8 Digulung sampel dengan tisu dan dimasukkan kedalam paper thimble 9 Ditimbang flask bottom kosong dan diberi label 10 Dicatat berat flask bottom kosong 11 Dimasukkan sampel yang di paper thimble tadi ke dalam soxhlet extractor 12 Diletakkan flask bottom ke heating mantle dan dimasukkan heksan ΒΎ kedalam flask bottom 13 Dirangkai alat soxhlet dan dialirkan air pada kondensor pada alat soxhlet 14 Dihidupkan heating mantle 15 Dilakukan ekstraksi dengan memanaskan sampel selama Β± 4 jam sampai seluruh minyak terekstrak 16 Dipisahkan heksan dengan minyaknya 17 Dimasukkan ke oven Β± 1 jam 18 Didinginkan 19 Ditimbang dan dicatat berat minyak yang ada di flask bottom 3. Hasil Dan Pembahasan Preparasi Sampel Dalam penelitian ini, tahapan awal dari sebuah proses analisis adalah preparasi sampel dari sampel yang akan diuji. Tahapan preparasi sampel yang dimaksud yaitu dimulai dengan proses pengambilan sampel dipabrik, sampel diambil Arif Nurrahman, Edwin Permana dan Azra Musdalifah, Analisa Kehilangan Minyak Oil Losses Pada Proses Produksi Di Pt X 61 setiap 2 jam setelah start proses. Setelah itu sampel tadi dikomposit dan diquarting dan dimasukkan kedalam kantong plastik berlabel. Manfaat dari mengkomposit dan mengquartingkan sampel yaitu supaya sampel yang diambil setiap 2 jam tadi akan bercampur dengan rata sehingga bisa mengurangi tingginya oil losses yang didapat. Setelah itu sampel tersebut diuji % O/WM dan % on TBS untuk mengetahui hasil oil losses yang didapat. Pengujian Sampel Pada analisis oil losses ini digunakan ekstraksi soklet. Penggunaan ekstraksi soklet ini dikarenakan ada analisis oil losses tersebut menghasilkan minyaak sebagai hasil akhir sampel. Ekstraksi soklet juga akan menghemat penggunaan pelarut, karena dapat digunakan berulang-ulang. Senyawa yang telah terlarut tidak akan ikut menguap saat dipanaskan karena suhu refluks telah diatur dibawah titik didh senyawa. Hasil Analisa Oil Losses Oil losses adalah kehilangan jumlah minyak yang seharusnya diperoleh dari hasil suatu proses namun minyak tersebut tidak dapat diperoleh atau hilang. Angka kehilangan/kerugian minyak sawit merupakan banyaknya minyak yang tidak terambil pada proses pengolahan. Pada analisa oil losses ini menggunakan metode ekstraksi soklet. Ekstraksi soklet adalah ekstraklsi yang memisakan antara minyak dan heksan. prinsip ekstraksi pada oil losses tersebut adalah memisahkan antara dua zat dengan massa jenis berbeda yaitu minyak dan heksan. Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1 Data pengambilan sampel Oil Losses di PT X Waktu pengam-bilan sampel Hari Total losses /TBS 1,60 % Dari data Tabel 1, secara keseluruhan total losses produksi masih dibawah standar atau masih dalam batas terkendali. Berdasarkan dari hasil data diatas total losses tersebut memenuhi kebutuhan pelanggan. Namun jika dilihat perparameter sumber losses kecendrungan masih ada yang diatas standar meskipun tidak secara signifikan. Adapun parameter yang masih diatas standar diantaranya seperti empty bunch, press fibre dan final effluent sludge. a. Empty Bunch % Empty bunch merupakan tandan buah kelapa sawit gunanya sebagai tempat terletaknya brondolan buah sawit, biasanya empty bunch keluar setelah melewati proses threshing. Empty bunch memiliki fisik yang berbentuk serat. Dari hasil uji oil losses dengan sampel empty bunch dapat dilihat pada grafik. Gambar 1. % oil losses pada empty bunch Berdasarkan gambar 1 diatas ditunjukkan bahwa oil losses yang didapatkan masih tinggi atau masih diatas standar oil losses yang ditetapkan perusahaan yang dimana jika oil losses tinggi akan mempengaruhi hasil rendemen. Berikut faktor penyebab masih tingginya oil losses pada empty bunch 1. Faktor bahan baku Buah yang diterima masih ada buah restan, buah restan mengalami penyerapan minyak dan buah yang disiram kelebihan cairan atau evaporasi sehingga mempengaruhi janjangan. 2. Faktor Sumber Daya Manusia SDM Arif Nurrahman, Edwin Permana dan Azra Musdalifah, Analisa Kehilangan Minyak Oil Losses Pada Proses Produksi Di Pt X 62 Pada waktu perebusan disamaratakan buah restan dengan buah yang fress dengan waktu 90 menit. Oil losses pada empty bunch akan tetap ada meskipun dengan berondolan normal. Minyak yang terserap di janjangan berasal dari spiklet brondolan yang direbus sehingga hal ini menyebabkan terjadi oil losses empty bunch. Spiklet berondolan berfungsi sebagai tempat pengeluaran kandungan air di dalam berondolan akan tetapi pada saat perebusan di stasiun sterilizer dengan tekanan dan temperatur yang tinggi bisa mengakibatkan viskositas minyak akan menurun sehingga mengakibatkan minyak keluar dari spiklet. Akan tetapi oil losses yang terjadi tidak terlalu tinggi. Kulit berondolan berfungsi untuk melindungi minyak yang terkandung di dalam mesocarp agar tidak keluar pada saat perebusan berlangsung. Jika kulit berondolan mengalami lecet pada saat perebusan berlangsung dengan tekanan dan temperatur yang tinggi bisa mengakibatkan viskositas minyak akan menurun sehingga mengakibatkan mengecilnya molekul-molekul minyak. Hal ini mengakibatkan terjadinya emulsi dimana air dan minyak sulit dipisahkan. Minyak tersebut akan keluar karena adanya lecet pada buah sehingga minyak akan diserap oleh janjangan sehingga mengakibatkan oil losses pada empty bunch. Semakin tinggi persentase lecet pada buah maka persentase oil losses juga akan semakin tinggi. Buah restan adalah buah yang diterima pada hari itu tetapi diolah di hari selanjutnya. Kondisi ini mengakibatkan kandungan air di dalam janjangan akan berkurang sehingga serabut yang terdapat pada janjangan kering sehingga menimbulkan rongga-rongga udara. Sehingga pada saat janjangan direbus maka serabut akan menyerap air. Oleh karena itu, pabrik harus mengendalikan buah restan setiap harinya dengan membatasi buah restan rantawi, 2017. b. Press Fibre Press Fibre adalah pemisahan mesocrap menjadi fiber dari NUT di proses pengepresan. Dari hasil uji oil losses dengan sampel Nut dapat dilihat pada grafik. Gambar 2. % oil losses pada Press Fibre Dari grafik diatas persentase oil losses pada press fibre masih ada yang melewati standar on sampel yang telah ditetapkan oleh PT X yaitu standar on sampel pada press fibre adalah Crude palm oil CPO is one of Indonesian agricultural products that are widely developed. CPO is produced by palm oil mills. This research analyzes the efficiency of Indonesian palm oil mills uses 2010 manufacturing industry survey conducted by the Statistics Indonesia. The efficiency analysis is done by using Data Envelopment Analysis DEA with production value as the output, and production expenses, labor expenses, other expenses, and fixed capital as the inputs. It is found that 26 out 137 firms are efficient. Based on the capital ownership, foreign firms have the highest average efficiency score. Based on export participation, exporting firms have higher efficiency than non-exporting firms. Based on location, firms that located on other islands have higher efficiency than firms that located on Sumatra and Kalimantan.
TEMPOCO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan hingga kini ada 68 Pabrik Kelapa Sawit yang tutup karena kesulitan menjual Crude Palm Oil ketika stok dalam negeri menumpuk. "Memang saat inj masih sulit jual CPO. Menurut Apkasindo (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) sudah ada 68 PKS yg tutup," kata Eddy saat dihubungi
ArticlePDF AvailableAbstractProcessing of palm oil mills effluent POME consumes considerable amounts of energy. POME contains organic materials that can be converted into methane gas as an energy source. This study aimed at the development of energy self-sufficiency concept in the POME processing by harvesting the energy contained in the generated biogas. The development of this concept was carried out by analyzing the Chemical Oxygen Demand COD balance in POME processing, assessing energy potential, calculating energy requirements, and constructing an energy-independent POME treatment model. The results of this study showed that the electrical energy that can be generated from the processing of POME was 70 kW per hour, while the energy requirement is 39 kWh. The energy potential can meet the energy needs, with an energy surplus of 30 kW per hour. This study explained that the processing of POME can be self-sufficient by degrading organic matter into methane gas using Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactor UASBR. ABSTRAK Pengolahan limbah cair kelapa sawit menggunakan energi dalam jumlah besar. Limbah cair kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat dikonversi menjadi gas metana sebagai sumber energi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep mandiri energi pada pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan memanen energi yang terdapat dalam biogas yang terbentuk selama pengolahan limbah cair. Pengembangan konsep ini dilakukan dengan menganalisis keseimbangan COD di dalam limbah cair, mengkaji potensi energi, menghitung kebutuhan energi, dan membangun pengolahan limbah cair kelapa sawit mandiri energi. Hasil studi ini menunjukkan bahwa energi listrik yang dapat dihasilkan dari proses pengolahan limbah cair kelapa sawit adalah sebesar 70 kW per jam, sedangkan kebutuhan energi adalah sebesar 39 kWh. Potensi energi tersebut dapat memenuhi kebutuhan energi, bahkan terdapat surplus energi sebesar 30 kW per jam. Studi ini menjelaskan bahwa pengolahan limbah cair kelapa sawit dapat mandiri energi dengan mendegradasi bahan organik menjadi gas metana menggunakan Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactor UASBR. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeAuthor contentAll content in this area was uploaded by Tajuddin Bantacut on Feb 01, 2019 Content may be subject to copyright. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 20, No 1, Januari 2019 83 Keseimbangan Biomassa dan Pemanenan Energi Pada Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit Biomass Balance and Energy Harvesting in Palm Oil Mills Wastewater Treatment TAJUDDIN BANTACUT*, ANIS YULI FITRIANI Departmen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga Bogor Email bantacuttajuddin ABSTRACT Processing of palm oil mills effluent POME consumes considerable amounts of energy. POME contains organic materials that can be converted into methane gas as an energy source. This study aimed at the development of energy self-sufficiency concept in the POME processing by harvesting the energy contained in the generated biogas. The development of this concept was carried out by analyzing the Chemical Oxygen Demand COD balance in POME processing, assessing energy potential, calculating energy requirements, and constructing an energy-independent POME treatment model. The results of this study showed that the electrical energy that can be generated from the processing of POME was 70 kW per hour, while the energy requirement is 39 kWh. The energy potential can meet the energy needs, with an energy surplus of 30 kW per hour. This study explained that the processing of POME can be self-sufficient by degrading organic matter into methane gas using Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactor UASBR. Keywords methane, POME, COD model, closed system, electricity, UASBR. ABSTRAK Pengolahan limbah cair kelapa sawit menggunakan energi dalam jumlah besar. Limbah cair kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat dikonversi menjadi gas metana sebagai sumber energi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep mandiri energi pada pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan memanen energi yang terdapat dalam biogas yang terbentuk selama pengolahan limbah cair. Pengembangan konsep ini dilakukan dengan menganalisis keseimbangan COD di dalam limbah cair, mengkaji potensi energi, menghitung kebutuhan energi, dan membangun pengolahan limbah cair kelapa sawit mandiri energi. Hasil studi ini menunjukkan bahwa energi listrik yang dapat dihasilkan dari proses pengolahan limbah cair kelapa sawit adalah sebesar 70 kW per jam, sedangkan kebutuhan energi adalah sebesar 39 kWh. Potensi energi tersebut dapat memenuhi kebutuhan energi, bahkan terdapat surplus energi sebesar 30 kW per jam. Studi ini menjelaskan bahwa pengolahan limbah cair kelapa sawit dapat mandiri energi dengan mendegradasi bahan organik menjadi gas metana menggunakan Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactor UASBR. Kata kunci gas metana, limbah cair sawit, model COD, sistem tertutup, listrik, UASBR 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Proses produksi minyak sawit dari tandan buah segar TBS kelapa sawit menghasilkan limbah cair sebanyak 0,5β0,75 m3 per ton TBS yang diolah. Limbah ini harus diolah sebelum digelontorkan ke lingkungan. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk pengolahan limbah cair adalah 0,26β2,5 kWh per m3. Pabrik kelapa sawit di Indonesia rata-rata memiliki kapasitas 45β120 ton TBS per jam, sehingga membutuhkan energi listrik sampai 225 kWh untuk pengolahan limbah cairnya. Kebutuhan energi ini akan terus meningkat dengan bertambahnya jumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi crude palm oil CPO yang juga terus meningkat. Selama ini pengolahan limbah cair menggunakan energi listrik, sehingga dapat mengakibatkan penambahan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan1,2. Upaya untuk mengurangi konsumsi energi listrik dan perlindungan lingkungan perlu dilakukan sehingga mengurangi konsumsi sumberdaya dan biaya lingkungan. Salah satu solusi dari masalah tersebut yaitu pengolahan limbah secara anaerobik untuk menghasilkan energi. Proses pengolahan limbah dengan cara anaerobik akan mendegradasi bahan organik menghasilkan biogas. Salah satu teknologi anaerobik yang biasa digunakan adalah upflow anaerobic sludge blanket reactor UASBR3,4 . 84 Keseimbangan Biomassa dan Pemanenan β¦ Bantacut, T., Fitriani, A. Y. Limbah cair kelapa sawit merupakan suspensi koloid terdiri atas 95β96% air, 0,6β0,7% minyak, dan 4β5% padatan total. Karbohidrat, lipid, dan protein adalah bahan organik yang dapat digunakan sebagai substrat untuk menghasilkan energi pada pengolahan limbah cair kelapa sawit5,6. Dalam setiap meter kubik limbah cair kelapa sawit menghasilkan 20 sampai 28 m3 biogas yang mengandung 45β75% gas metana7. Bantacut dan Pasaribu8 menghitung limbah cair dari pabrik kelapa sawit kapasitas 60 ton TBS per jam sebanyak 17,55 m3 dengan rata-rata kandungan COD sekitar mg/L berpotensi menghasilkan energi sebanyak kW. Gas metana dihasilkan dari degradasi bahan organik dapat diketahui dari nilai COD dalam limbah cair saat proses pengolahan sehingga energi yang dihasilkan dapat dihitung. Limbah cair kelapa sawit memiliki kandungan COD sekitar mg/L9,10. Setiap kg COD pada bahan organik yang dapat didegradasi berpotensi menghasilkan energi sebanyak 3,86 kWh11,12. Berdasarkan fakta tersebut, diperlukan suatu analisis potensi pemanenan energi pada proses pengelolaan limbah cair kelapa sawit. Analisis dilakukan untuk mengkaji potensi energi dari pemanenan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi pada proses pengolahan limbah cair kelapa sawit. Hasil analisis diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan pengolahan limbah cair kelapa sawit yang mandiri energi. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan konsep mandiri energi pada pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan memanfaatkan energi yang terbentuk dari pengolahan limbah cair kelapa sawit dalam UASBR. 2. BAHAN DAN METODE Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah utama yang dilakukan adalah a. Mempelajari pengolahan limbah cair kelapa sawit menggunakan UASBR. b. Menganalisis keseimbangan COD dalam pengolahan limbah cair kelapa sawit. c. Menghitung potensi energi yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair kelapa sawit. d. Menghitung kebutuhan energi dalam pengolahan limbah cair kelapa sawit. e. Membangun konsep pengolahan limbah cair kelapa sawit yang mandiri energi. Kerangka Pemikiran Proses pengolahan limbah cair kelapa sawit secara anaerobik akan menghasilkan energi berupa gas metana yang selama ini terbuang dapat dipanen sebagai sumber energi dalam pengolahan limbah. Perhitungan dilakukan pada keseimbangan COD dan energi untuk mengetahui kecukupan energi. Jika energi yang dapat dipanen melebihi energi yang diperlukan, maka sistem pengolahan limbah dapat dikembangkan menjadi proses mandiri energi. Sebaliknya, jika energi yang dapat diperoleh lebih kecil dari kebutuhan pengolahan limbah, maka pengolahan memerlukan pasokan energi dari luar sistem pengolahan limbah tersebut. Pengumpulan Data Data dikumpulkan dari sumber sekunder yaitu jurnal, skripsi, tesis, disertasi, dan buku yang mencakup karakteristik limbah cair kelapa sawit, proses pengolahan limbah cair kelapa sawit, penghilangan COD pada pengolahan limbah cair kelapa sawit, dan kebutuhan energi untuk pengolahan limbah cair kelapa sawit. Batasan Sistem Proses pengolahan limbah cair kelapa sawit terdiri atas kompartemen utama yaitu screening, oil separation tank, cooling tower, equalization tank, UASBR sludge bed, sludge blanket, dan gas separator, dan aerobic pond. Umpan masuk adalah limbah cair yang dihasilkan dari pabrik yang memiliki kapasitas TBS 60 ton per jam dan memiliki nilai COD sebesar mg/L9,10. Menurut Bantacut dan Pasaribu8 limbah tersebut berjumlah m3 per jam yang berasal dari proses perebusan 32,5% dan pemurnian 67,5%. Parameter utama adalah degradasi COD pada limbah cair menjadi gas metana dan hasil samping adalah nilai COD removal pada screening, equalization tank, UASBR, dan aerobic pond. Deskripsi Model Keseimbangan COD Model keseimbangan COD dikembangkan dengan asumsi bahwa pengolahan limbah cair terdiri dari beberapa kompartemen yang menghubungkan input I, produk P, dan hasil samping W yang seimbang pada setiap kompartemennya Gambar 1. Model keseimbangan COD yang dikembangkan menggambarkan tahapan proses pengolahan limbah cair dengan adanya perincian pada tahap UASBR. Keseimbangan COD diperoleh dari input sama dengan output. Gambar 1. Model umum keseimbangan COD Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 20, No 1, Januari 2019 85 Keterangan I = Input; P = Produk; W = Hasil samping Persamaan 1 yang menggambarkan keseimbangan COD adalah I= P + W dan Effisiensi a= !! .......................... 1 Potensi Energi Berdasarkan COD Berdasarkan model keseimbangan COD dalam proses pengolahan limbah maka didapatkan volume gas metana. Volume gas metana dapat dihitung dengan Persamaan 213 Volume gas metana m3 = πππππ πΆππ· ππ π₯ π
π₯ !"!!! ! !"$ ! !""" ............. 2 Keterangan P = tekanan atmosfer 1 atm KCOD = COD dalam 1 mol CH4 0,064 kg COD CH4 mol -1 R = Konstanta gas 0,08206 atm L mol-1 K-1 T = Suhu operasi reaktor Β°C Potensi energi dapat dihitung dengan Persamaan 3. Potensi energi kJ = Volume gas m3 x Nilai kalor kJ/kg x Massa jenis gas kg/m3 β¦β¦β¦β¦β¦.. 3 Keterangan Nilai kalor didapatkan dari sumber literatur dan COD dari perhitungan keseimbangan COD Massa jenis metana = 0,648 kg/m3 13 Nilai kalor = kJ14 Pemodelan Keseimbangan COD Model keseimbangan COD pada proses pengolahan limbah cair kelapa sawit memiliki satu peubah bebas I1 dan 14 peubah tidak bebas W1, W4, W5, W6, W81, W82, X1 sampai X7, dan P7 Gambar 2. Terdapat 8 kompartemen yang menggambarkan pengolahan limbah cair kelapa sawit, dua diantaranya dapat diabaikan yaitu separation tank dan cooling tower kompartemen 2 dan 3 karena tidak ada nilai COD yang keluar dari sistem. Oleh karena itu diperlukan 12 persamaan untuk dapat menghitung nilai dari peubah tidak bebas. Proses screening partikel yang dibuang adalah serat, cangkang, sebagian sludge, dan lain-lain. Alat yang digunakan adalah rotary screening. Oil separation tank berfungsi untuk mengutip sisa minyak pada limbah cair kelapa sawit. Pemisahan minyak dilakukan dengan perbedaan densitas antara air dan minyak15. Tahap pendinginan diperlukan karena limbah cair kelapa sawit memiliki suhu yang tinggi, yaitu 80β90Β°C sehingga pada saat limbah akan masuk ke tahap pendinginan suhu berkisar 60-70Β°C16. Pada tahap pendinginan digunakan cooling tower guna menurunkan suhu sekitar 10β25Β°C17,18. Equalization tank bertujuan untuk menyiapkan umpan limbah cair sebelum masuk ke UASBR. Proses pada equalization tank ditambahkan CaO untuk menaikkan pH dari 4-5 ke 6-8 dan proses pengadukan menggunakan blower16,19. Tahap ini dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui suhu limbah cair sebelum masuk ke UASBR yang harus sesuai kondisi mesofilik yaitu suhu 35-37 ΒΊC20. Komponen utama dari UASBR dalam pendegradasian bahan organik yaitu sludge bed, sludge blanket, dan gas separator. Sludge bed terletak pada bagian bawah sebagai wadah sludge yang dihasilkan dari proses anaerobik, sedangkan sludge blanket adalah tempat pendegradasian bahan organik yang terdapat pada bagian tengah. Gas separator terletak pada bagian atas reaktor yang berfungsi untuk tempat keluarnya biogas yang terbentuk dari proses anaerobik21. Tahap terakhir adalah aerobic pond dengan waktu pengolahan selama 60 jam dan menggunakan blower. Tahap aerobic dilakukan dengan proses aerasi dengan tujuan untuk menghilangkan sisa-sisa bahan organik yang masih terdapat di dalam limbah cair22,23. Persamaan Keseimbangan COD Kompartemen 1 I1 - W1 β X1 = 0β¦β¦β¦β¦. 4 Kompartemen 4 X1 β W4 β X4 = 0β¦β¦β¦β¦. 5 Kompartemen 5 X4 β W5 β X5 = 0β¦β¦β¦β¦. 6 Kompartemen 6 X5 β W6 β X6 = 0β¦β¦β¦β¦. 7 Kompartemen 7 X6 β P7 β X7 = 0β¦β¦β¦β¦. 8 Kompartemen 8 X7 β W81 β W82 = 0β¦β¦β¦β¦. 9 Persamaan efisiensi COD pada sludge dari proses screening a1 a1 = !"!"= !" !"" !"$%& !"$ !"$$%&%'!" !"" !"$%&"' ............ 10 Menurut Chaisri et al.16, saat proses screening di dalam pengolahan limbah cair kelapa sawit akan menghilangkan sludge dengan nilai COD sebesar 24,2% dari total COD pada limbah cair, sehingga nilai a1 adalah 0,242. COD pada limbah cair yang teroksidasi dari equalization tank a2 a2 = !"!"= !" !"" !"$%! !"$ !"$ !"$%&'&' !"$ !"$%&'$&* !"$!" !"" !"$%& !"$ !"$ !"$$%&%' ....11 86 Keseimbangan Biomassa dan Pemanenan β¦ Bantacut, T., Fitriani, A. Y. Gambar 2. Rancangan model keseimbangan chemical oxygen demand COD Keterangan simbol pada Tabel 1. Tabel 1. Keterangan pada rancangan model keseimbangan chemical oxygen demand COD P7= COD pada limbah cair yang dapat dikonversi menjadi gas metana W1= COD pada sludge dari screening X1= COD pada limbah cair dari screening W4= COD pada limbah cair yang teroksidasi dari equalization tank X2= COD pada limbah cair dari oil separation W5= COD pada sludge dari UASBR X3= COD pada limbah cair dari cooling tower W6= COD pada limbah cair untuk menghilangkan sulfat X4= COD pada limbah cair dari equalization tank W81= COD pada limbah cair yang teroksidasi dari aerobic pond X5= COD pada limbah cair dari sludge bed X6= COD pada limbah cair dari sludge blanket X7= COD pada limbah cair dari gas separator Pada tahap equalization tank terjadi oksidasi bahan organik yang diketahui dari nilai COD removal pada limbah cair saat proses equalisasi. COD tersebut yaitu sebesar 30% dari total COD limbah cair yang masuk24, maka nilai a2 adalah 0,30. COD pada sludge dari UASBR a3 a3 = !"!"= !" !"" !"$%& !"$ !"$%!" !"" !"$%& !"$ !"$ !"$%&'$&* !"$ β¦β¦β¦β¦β¦.12 Berdasarkan perhitungan keseimbangan COD di dalam UASBR didapatkan bahwa nilai COD pada limbah cair yang masuk ke UASBR yaitu 474,91 kg. Proses anaerobik dalam UASBR menghasilkan sludge dengan nilai COD sebesar 55,56 kg sehingga COD pada sludge sebesar 11,7% dari total COD pada limbah cair. Oleh karena itu, nilai a3 adalah 0,117. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 20, No 1, Januari 2019 87 COD pada limbah cair untuk menghilangkan sulfat a4 a4 = !"!"= !" !"" !"$%& !"$ !"!$ !"$%&'$ !"$%&!" !"" !"$%& !"$ !"$ !"$%& !" .........13 Berdasarkan perhitungan keseimbangan COD di dalam UASBR didapatkan bahwa COD pada limbah cair dari sludge bed yaitu 419,93 kg. Adanya bahan organik untuk menghilangkan sulfat yaitu dengan COD sebesar 0,04 kg sehingga COD pada bahan organik dalam limbah cair untuk menghilangkan sulfat sebesar 0,01%. Oleh karena itu, nilai efisiensi a4 adalah 0,0001. COD pada limbah cair yang dapat dikonversi menjadi gas metana di dalam UASBR pada gas separator a5 a5 = !"!"= !" !"" !"$%& !"$ !"$ !""$ !"$%&'" !"$%&' !" !"$%$!" !"" !"$%& !"$ !"$ !"$%& !"$%&' ...14 Berdasarkan perhitungan keseimbangan COD di dalam UASBR didapatkan bahwa COD pada limbah cair dari sludge blanket yaitu 419,3 kg. Pada UASBR terjadi pendegradasian bahan organik yang digunakan sebagai substrat untuk menghasilkan gas metana. Bahan organik yang dapat terdegradasi pada limbah cair setara dengan COD sebesar 335,44 kg sehingga jumlah COD yang dapat diubah menjadi gas metana sebesar 80%. Oleh karena itu, nilai a5 adalah 0,8. COD pada limbah cair yang teroksidasi pada tahap aerobic pond a6. a6 = !"!"= !" !"" !"$%& !"$ !"$ !"$%&'&' !"$ !"$%&' !"$!" !"" !"$%& !"$ !"$ !" !"$%$&'% .. 15 Proses pengolahan limbah cair kelapa sawit secara aerobik dengan hanya memberikan oksigen ke dalam limbah dengan waktu 60 jam menyebabkan COD removal sebesar 98% dari total COD yang masuk pada aerobic pond22,23. Oleh karena itu, maka efisiensi a6 adalah sebesar 0,98. Berdasarkan uraian di atas, faktor efisiensi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai efisiensi keseimbangan chemical oxygen demand COD 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perhitungan Keseimbangan COD Perhitungan keseimbangan dilakukan berdasarkan pada pengolahan limbah cair dari pabrik kelapa sawit kapasitas pengolahan 60 ton TBS per jam yang berjumlah 17,55 m3 dengan kandungan COD mg/L8,9,10. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa proses pengolahan limbah cair kelapa sawit mengkonversi bahan organik sebagai substrat menjadi gas metana. Sekitar 56% dari total COD dalam limbah cair dapat didegradasi menjadi gas metana25. Namun demikian, hasil perhitungan menunjukkan bahwa COD yang dapat didegradasi menjadi gas metana hanya sebesar 335,44 kg atau 37% dari COD total. Perbedaan ini disebabkan karena perhitungan dilakukan dengan adanya treatment pendahuluan sebelum pengolahan anaerobik sehingga didapatkan hasil lebih kecil. Sebagian bahan organik telah hilang pada tahapan proses tersebut Gambar 3. Perhitungan keseimbangan menghasilkan COD pada effluent sebesar 1,67 kg per 17,55 m3 atau 95 mg/L sehingga memenuhi baku mutu limbah cair kelapa sawit, yaitu maksimal 350 mg/L26. Hal ini menggambarkan bahwa proses pengolahan limbah cair kelapa sawit yang ada telah menghasilkan efluen dengan konsentrasi di bawah baku mutu. 88 Keseimbangan Biomassa dan Pemanenan β¦ Bantacut, T., Fitriani, A. Y. Gambar 3. Aliran chemical oxygen demand COD pada model keseimbangan kg/hari Tabel 3. Perhitungan energi listrik yang dapat dibangkitkan Kapasitas air limbah pabrik Nilai COD pada limbah cair COD pada limbah cair yang masuk ke UASBR Perhitungan Penulis dengan keseimbangan COD Efisiensi UASBR removal COD Volume gas metana terbentuk Massa gas metana terbentuk Kebutuhan panas untuk memproduksi 1 Kg Uap pada 10,4 Bar dan suhu jenuh Total energi yang dihasilkan Konversi steam pada single stage convertion turbine Kebutuhan energi listrik pada pengolahan limbah cair Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 20, No 1, Januari 2019 89 Pemanenan Energi pada Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit Banyak penelitian yang telah dilakukan tetapi fokus pada upaya penanganan POME sehingga buangannya memenuhi kriteria limbah cair38. Pembentukan dan pemanfaatan energi tidak menjadi tujuan37,39. Penelitian ini selain berorientasi pada penanganan limbah juga secara simultan memanfaatkan energi yang dihasilkan sebagai bagian terpadu dari penanganan POME. Konsentrasi umpan limbah cair saat penggunaan UASBR adalah 15,5 sampai 65 kg COD per m3 dalam keadaan suhu mesofilik dan hydraulic retention time HRT selama 9 jam. Kondisi tersebut dapat mendegradasi bahan organik sebanyak 82,4% yang diketahui dari nilai COD. Penggunaan UASBR memiliki keuntungan yaitu memiliki efisiensi degradasi bahan organik yang relatif tinggi, produksi gas metana tinggi, serta hemat energi, dan mudah dioperasikan5,19. Gas metana yang dihasilkan dari UASBR diubah menjadi energi listrik untuk memasok kebutuhan energi pada proses pengolahan limbah cair kelapa sawit. Perhitungan menggunakan model menghasilkan volume gas metana sebanyak 133,44 m3 per jam yang setara dengan 335,44 kg COD. Volume ini tidak jauh berbeda dengan penelitian dari Borja & Banks27, yakni bahan organik yang dapat didegradasi menjadi gas metana dengan rendemen 0,395 CH4 m3/kg COD dengan menggunakan UASBR atau setara dengan 132,5 m3 per jam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persamaan yang digunakan untuk perhitungan keseimbangan COD memiliki akurasi yang baik. Gas metana yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk pemanasan biogas fired boiler pada tekanan 10,4 bar yang memiliki efisiensi 80%28. Uap yang dihasilkan dialirkan ke turbin untuk memutar generator sehingga membangkitkan energi listrik. Penggunaan single stage convertion turbine dapat mengkonversi setiap 20 kg uap panas menjadi energi listrik sebesar 1 kW8. Perhitungan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa energi listrik yang dapat dihasilkan adalah sebesar 70 kW per jam. Kebutuhan energi pada setiap pabrik berbeda-beda karena alat yang digunakan sesuai dengan karakteristik dan kapasitas limbah cair. Penggunaan energi listrik tersebut umumnya untuk pompa dan blower Tabel 4. Total kebutuhan energi listrik pada proses pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan kapasitas 60 ton TBS per jam adalah 56% dari total energi yang dapat dihasilkan. Nilai ini sesuai dengan kebutuhan energi pengolahan limbah cair yaitu rata-rata sebesar 0,26-2,5 kWh per m3 limbah cair1. Tabel 4 Perhitungan kebutuhan energi pada pengolahan limbah cair Transfer pump limbah cair transfer pump limbah cair Transfer pump limbah cair Pump transfer limbah cair Berdasarkan perhitungan, pengolahan limbah cair kelapa sawit dapat memenuhi kebutuhan energi listrik secara mandiri sehingga dapat menerapkan sistem tertutup, yakni tidak memerlukan input energi dari lingkungan atau luar sistem29. Selain dapat memenuhi kebutuhan energi sendiri, proses pengolahan limbah cair dari pabrik kelapa sawit kapasitas pabrik 60 ton TBS per jam menghasilkan surplus listrik sebesar 30 kW per 90 Keseimbangan Biomassa dan Pemanenan β¦ Bantacut, T., Fitriani, A. Y. jam yang setara dengan 260 MW per tahun. Kelebihan energi listrik yang dihasil dapat digunakan untuk cadangan energi pada pabrik atau dapat dijual dalam bentuk listrik. Menurut Bantacut dan Novitasari30, konsumsi listrik minimum rumah tangga adalah 680 kWh per kapita per tahun dengan asumsi setiap rumah terdiri dari 4-5 kapita. Berdasarkan konsumsi listrik per rumah tersebut, maka kelebihan energi listrik setara dengan kebutuhan listrik sekitar 64-96 rumah sepanjang tahun. Sistem Tertutup pada Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit Pengembangan sistem tertutup ditujukan untuk meningkatkan nilai dari hasil samping dan limbah sebagai bagian terpadu dari proses produksi dan atau penanganan limbah8,30. Integrasi ini dimaksudkan untuk menghindari investasi ganda karena pemisahan sistem produksi secara mandiri dengan pemanfaatan dan atau penangan limbah secara mandiri pula. Gambar 4. Sistem tertutup pada pengolahan limbah cair kelapa sawit Pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan cara anaerobik menghasilkan gas metana yang dapat diubah menjadi energi listrik. Jumlah energi yang dihasilkan digunakan kembali sebagai input pada proses pengolahan limbah cair kelapa sawit. Perolehan energi dari pemanfaatan gas metana, melebihi energi yang diperlukan sehingga dapat dikembangkan sistem tertutup pada proses pengolahan limbah cair kelapa sawit Gambar 4. Pembakaran gas metana untuk memanaskan air di dalam boiler, menghasilkan uap panas yang digunakan untuk memutar generator pada turbin sehingga dihasilkan energi listrik untuk menjalankan screening, pompa, cooling tower, dan blower. Pada turbin terdapat sisa uap panas yang dikondensasi dapat digunakan kembali sebagai umpan boiler. 4. KESIMPULAN Model keseimbangan COD menggambarkan proses rinci pengolahan limbah cair kelapa sawit. Limbah cair pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 60 ton TBS per jam mengandung COD sebanyak 335,44 kg yang dapat dikonversi menjadi metana sebanyak 133,44 m3 per jam. Metana sebanyak itu dapat menghasilkan energi listrik sebesar 70 kW per jam melebihi kebutuhan energi untuk proses pengolahan limbah cair kelapa sawit sebesar 39 kWh. Oleh karena itu, proses pengolahan limbah cair dapat mandiri energi, bahkan berpotensi surplus energi sebesar 30 kW per jam. DAFTAR PUSTAKA 1. Tao, 2014. Energy consumption in wastewater treatment plants in China. [Conference paper]. [May 2012 in conference World Congress on Water, Climate and Energy at Dublin, Ireland]. [diunduh pada 31 Agustus 2017]. Tersedia pada 2. Ahmed, Y., Yaakob, Z., Akhtar, P., & Sopian K. 2015. Production of biogas and performance evaluation of axisting treatment processes in palm oil mill effluent POME. Journal of Renewable and Sustainable Energy Reviews, 42, 1260-1278. 3. Demirel, B. & Scherer, P. 2008. The roles of acetotrophic and hydrogenotrophic methanogens during anaerobic conversion Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 20, No 1, Januari 2019 91 of biomass to methane a review. Rev Environ Sci Biotechnol,7, 173-190. 4. Wong, Kadir, & Teng, 2009. Biological kinetics evaluation of anaerobic stabilization pond treathment of palm oil mill effluent. Bioresource Technology, 100 21, 4969-4975. 5. Borja, R. & Banks, 1994. Treatment of palm oil mill effluent by upflow anaerobic filtration. Journal of Chem Technol Biotechnol., 61, 103-109. 6. Wu, Mohammad, A., Jahim, J. & Anuar N. 2007. Palm oil mill effluent POME treatment and bioresources recovery using ultrafiltration membrane effect of pressure on membrane fouling. Biochemical Engineering Journal, 359, 309-317. 7. Ma, 1999. Treatment of palm oil mill effluent. Oil palm and environment Malaysia perspective. Malaysia Oil Palm GrowersβCouncil, p. 277. 8. Bantacut, T. & Pasaribu, H. 2015. Aliran tertutup massa dan potensi energi pada produksi CPO. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 253, 215-226. 9. Khemkhao, M., Nuntakumjorn, B., Techkarnjanaruk, S. 2011. Effect of chitosan on UASB treating POME during a transition from mesophilic to thermophilic conditions. Bioresource Technology, 1027, 4674β4681. 10. Ma, 2000. Environment management for the palm oil industry. Palm Oil Develop. 30,1β10. 11. Shizas, I. Bagley, 2004. Experimental determination of energy content of unknown organics in municipal wastewater streams. Journal of Energy Engineering, 1302,45β53. 12. Shoener, Bradley, Cusicka, and Guest, 2014. Energy positive domestic wastewater treatment The roles of anaerobic and phototrophic technologies. Environmental Science Processes & Impacts, 16, 1204-1222. 13. Annamalia, K. & Puri, 2002. Advanced Thermodynamics, CRC Series in Computational Mechanics and Applied Analysis. Amerika Serikat US CSC Press. 14. Lam, L. & Lee, K. 2011. Renewable and sustainable bioenergies production from palm oil mill effluent POME Win-win strategies toward better environmental protection. Journal of Biotechnology, 29, 124-141. 15. Tabassum, S., Zhang, Y., Zhang, Z. 2015. An integrated method for palm oil mill effluent POME treatment for achieving zero liquid discharge-A pilot study. Journal of Cleaner Production, 95, 148-155. 16. Chaisri, R., Boonsawang, P., Prasertsan, P., Chaiprapat, S. 2007. Effect of organic loading rate on methane and volatile fatty acids productions from anaerobic reatment of palm oil mill effluent in UASB and UFAF reactors. Songklanakarin J. 292, 311-323. 17. Paping, L. 1995. Energiebesparing door schone koelers, Proceedings of Watersymposion. Breda NL 23-47. 18. [ECDGJRC] European Commission Directorate-General Joint Research Centre. 2000. Integrated Pollution Prevention and Control Reference Document on the application of Best Available Techniques to Industrial Cooling Systems. Institute for prospective Technological Studies Seville Technologies for Sustainable Development European IPPC Bureau. Spanyol ES ECDGJRC. 19. Ahmad, A., Ghufran, R., Abd Wahid, Z. 2011. Role of calcium oxide in sludge granulation and methanogenesis for the treatment of palm oil mill effluent using UASB reactor. Journal of Hazard Material. 98, 40β48. 20. Tchobanoglus, G., Burton, F., Stense, H. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse, 4th Edition, New York US McGraw Hill Companies Inc. 21. Yasar, A., Ahmad, N., Chaudhry, & Khan, A. 2007. Sludge granulation and efficiency of phase separator in UASB reactor treating combined industrial effluent. Journal of Environmental Sciences, 195, 553-558. 22. Chou, Tan, Morad, N., Tow, Kadir, & Ismail, N. 2016. Aerobic post-treatment of different anaerobically digested palm oil mill effluent POME. International Journal of Environmental Science and Development, 77, 511-515. 23. Wang, Hung, Lo, & Yapijakis, C. 2004. Handbook of Industry 92 Keseimbangan Biomassa dan Pemanenan β¦ Bantacut, T., Fitriani, A. Y. and Hazardous Wastes Treatment. Texas US CRC Press. 24. Ahmad, D., Aziz, M., Vijayaraghavan, K. 2007. Aerobic treatment of palm oil mill effluent. Journal of Environmental Management, 82, 24-31. 25. Damayanti, A., Ujang, Z., Salim, Olsson, G., Sulaiman, 2010. Respirometric analysis of activated sludge model from palm oil mill effluent. Journal of Bioresource Technology, 101, 144-149. 26. [KMNLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2014. Salinan Peraturan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku mutu air limbah. Jakarta ID KMNLH. 27. Borja, R. & Banks, 1994. Anaerobic digestion of palm oil mill effluent using an up flow anaerobic sludge blanket reactor. Journal of Biomass and Bioenergy, 65, 381-389. 28. Yingjian Qi, Xiangzhu, & Jiezhi, 2011. Energy use project and conversion efficiency analysis on biogas produced in breweries. World Renewable Energy Congress β Sweden 8-13 May 2011. Unduh pada tanggal 19 Juni 2018 dari 29. Cangel, & Boles, 2002. Thermodynamics An Engineering Approach 4th Edition in SI Units. Singapore SI McGraw-Hill. 30. Bantacut, T. & Novitasari, D. 2016. Energy and water self-sufficiency assessment of the white sugar production process in Indonesia using a complex mass balance model. Journal of Cleaner Production, 126,478-492. 31. Pompa ZWL centrifugal sewage portable wastewater treatment pump for remote settlement. [Internet]. [Waktu unduh 2017 Agustus 5]. Tersedia pada 32. Waste Water Technology, Rotary screen is used for continuous separation of solid pollution in waste water. [Internet]. [Diunduh pada 2017 Agustus 5]. Tersedia pada 33. Foxenviro. Oil-water separator pump. [Internet]. [Diunduh pada 2017 Agustus 5]. Tersedia pada 34. Coopers, U. L. 1998. BREF-document for cooling systems order of Eurovent, the European Committee of Air Handling and Refrigeration Equipment Manufacturers. Report number 61350027. 35. Centrifugal Blower β Turbo Blower. [Internet]. [Diunduh pada 2017 Agustus 5]. Tersedia pada 36. Larsson V. 2011. Energy Savings with a New Aeration and Control System in a Mid-Size Swedish Wastewater Treatment Plant Online Book. Swedia SE Uppsala University. 37. Yacob, S., Shirai Y., Hassan, Wakisaka, M. & Subash, S. 2006. Start-up operation of semi research facilities. commercial closed anaerobic digester for palm oil mill effluent treatment. Process Biochemistry, 41 962-964. 38. Rupani, Singh, & Esa, N. 2010. Review of Current Palm Oil Mill Effluent POME Treatment Methods Vermicomposting as a Sustainable Practice. World Applied Sciences Journal, 1010 1190-1201. 39. WU, Mohammad, Jahim, & Anuar, N,. 2009. A holistic approach to managing palm oil mill effluent POME Biotechnological advances in the sustainable reuse of POME. Biotechnology Advances, 27 40-52 ... In general, agroindustrial wastes contain large amounts of organic matter fibre, carbohydrates, protein, fat, oil, etc.; and for wastewater is indicated by the high BOD biochemical oxygen demand, COD chemical oxygen demand, and suspended solids values [1]. This characteristic of the waste indicates its large potential to be used as an energy source, as well as its large pollution impact on the environment if not managed properly [2][3][4][5]. ...... In the area of energy, many aspects and methods have been analysed such as biochemical conversion [15], anaerobic treatment [16], biohydrogen and biomethane [17], biogas electricity [17], pyrolysis and gasification [18], bioethanol production [19], methane generation [20], energy from food wastes [21], and biogas harvesting [4,5]. In line with utilisation as an energy source, processing of agroindustrial waste to produce product is believed to be very cost-effective in the long run [1,22]. ...... Energy generation, need and surplus of selected 1 Including bagasse, filter cake, and bioethanol from molasses; 2 Husk only,3 Empty fruit bunches, fibre, kernel shell and biogas from wastewater by anaerobic digestion; 4 Stock pile and cassava peel,5 Corn husks and cob. ...Agroindustrial production processes consume considerable amount of energy and generate a lot of organic wastes. These wastes pollute the environment because of their rich organic compounds that will undergo decomposition. The main compounds contained in the waste are energy-carrying materials such as fibre, carbohydrates, protein, and oil/fat. The use of these materials as energy sources can save natural resources while cutting the load of environmental pollution. This paper discusses the assessment of adequacy of energy contained in the waste and proposes an integrated flow model to support the agroindustrial production process. The amount of waste obtained from the mass balance model is then multiplied by the energy content of each waste to obtain energy potential. Energy conversion is used to calculate steam heat and electricity needed to support the production process. Some examples are given to show that agroindustry has the potential to become an energy independent industry by applying the principle of less input and multiple outputs through the reuse, recovery, and recycling of the waste. Some future research recommendations are proposed to enable the implementation of energy self-sufficient agroindustry.... Dalam waktu tahun 1980an sampai tahun 2016, hampir 90% kebutuhan energi nasional dipasok 3 sumber energi utama dari fosil yang meliputi batubara, minyak, dan gas alam, sedangkan pemanfaatan sumber energi terbarukan belum ada pertumbuhan signifikan [3]. Upaya meminimalisir polusi udara, efek gas rumah kaca sampai pemanasan global yang menyebabkan kerusakan lingkungan, pasokan bauran energi yang bersifat terbarukan harus mampu mengimbangi pasokan energi yang bersumber dari fosil [5]. ... Akhmad NurdinMuhammad MunadiRustam SidiqThe use of Small Wind Turbine SWT technology is currently being developed in residential and urban areas. The application of SWT can be directly integrated into a building called the Building Integrated Wind Turbine and the industrial area is one area that has the potential to develop the SWT concept as a Building Integrated Wind Turbine. Before designing and manufacturing a wind turbine for a Building Integrated Wind Turbine, data on wind density and direction is required. In areas where wind speed and direction have not been recorded, it is necessary to study wind velocity and direction data in real-time and in real conditions for a certain period. This study aims to map wind density and wind direction with real-time properties in the foundry industry area, Ceper District, Klaten Regency, so the potential value and value of wind density energy can be known. This research method includes data retrieval carried out in real time and in real conditions using the Automatic Weather Station instrument which was carried out from August 6 to September 6, 2021. The data obtained were random data and processed using weibull distribution statistics with Microsoft Excel software. The results of this study indicate an average wind speed of 2,038 m/s in stable conditions and sufficient wind gusts with a power density value of 6,994 Watt/m2. The wind direction tends to be south-east after the wind gusts are hampered by the building total oil palm cover has increased in the last few years, with a consequent boost in palm oil production. As a result, palm oil waste which is a by-product of the milling process will also increase. The palm oil production process in mills consists of several unit operations. The processing of fresh fruit bunches of oil palm results in the generation of different types of residue. Among the waste generated, palm oil mill effluent POME is considered the most harmful waste for the environment if discharged untreated. Palm oil mill effluent is a thick brownish liquid that contains high solids, oil and grease, COD and BOD values. Several treatment technologies have been used for POME treatment, since the direct discharge of POME adversely affects the environment. Due to the presence of high total solids in POME, attempts have been made to convert this waste into valuable products such as feed stock and organic fertilizer. Although POME is organic in nature, it is difficult to decompose in natural conditions. Earthworms can digest the POME producing valuable products such as vermicompost. Vermicompost is a useful product rich in nutrients that can be used as fertilizer in oil palm plantations. This review discusses the various ongoing treatment techniques of POME. The effective treatment of POME using vermicomposting technique is suggested as a good alternative sustainable management practice of this waste. Tajuddin BantacutDestiara NovitasariWhite sugar production consumes considerable amounts of energy and water and, at the same time, generates a substantial amount of material containing energy biomass and releases water to the environment. Recycling the biomass as a source of energy and using the released water as a part of the production process will cut fossil fuel and water use. These approaches will significantly save resources and cut the environmental pollution load. The objectives of this study were to analyze the mass balance, assess the energy content of by-products, and build a closed flow of energy and water self-sufficiency in the white sugar production process. A mass balance model was developed to illustrate internal mass-flows and to determine the amount of by-products generated in the production process. The results showed that optimal use of by-products can produce energy and water exceeding the needs of the sugar processing itself, leading to the creation of energy and water self-sufficiency or an independent sugar production process. The potential energy contained in the by-products of a sugar mill with a capacity of 3,000 tons of cane per day is approximately 2,237 gigacalories per day, which could meet the energy needs of the mill with an excess of 37,081 kWh/day. The mill is also able to produce a net water surplus of 700 m3 per day. This research demonstrated that a complex mass balance model can be used to assess the level or possibility of sugar mill energy and water self-sufficiency. It is suggested that the sugar production process should be developed as a closed-production system that does not require the input of energy and water from outside the system. Application of this production system at a practical level will contribute to reducing sugar mill pollution, reduce coal and other fossil fuel use and help protect water resources from excessive exploitation. A closed production system can be applied to all industries that process raw material containing energy. In the short term, sugar production should be restricted in its use of fossil fuel, public electricity networks, and water from natural sources. In the long run, sugar mills should become multipurpose factories producing sugar, energy, and YingjianQiu QiHe XiangzhuLi JiezhiElectric power, steam and chilled water were consumed in beer brewing process. The process is intensive in energy conversion and utilization. The brewery wastewater can generate biogas of high methane content through anaerobic sludge fermentation. This high concentrated biogas could be an excellent choice employed in energy conversion and utilization. The reclaimed water, after proper treatment, could be employed to scrub CO 2 and H 2 S in biogas. Through compression, the purified biogas could be stored as fuel for mechanical operation and further incorporated into the municipal LNG pipe network. According to biogas yield and energy requirements in breweries, energy usage efficiency and configuration of device for biogas Integrated Energy System IES were investigated. This paper introduced an Otto cycle internal combustion engine using biogas for power generation. With the biogas yield of 3 /h standard state, the power efficiency of could be generated with electricity of Efficiency of combined heating and power CHP can reach employing the excess heat of the engine exhaust. There are successful examples of combined cooling and power CCP, combined cooling and heating CCH that has efficiency of over 60%.Palm oil mill effluent POME generated through oil extraction processes has a great impact to the industry. Owing to its chemical properties and volume of discharge, a large wastewater treatment is required to reduce the polluting strength of POME before safe discharge. Thus the selection and performance of the treatment system determine the quality of wastewater discharge. An improved 500m3 closed digester was constructed to evaluate the POME treatment efficiency for a comparison study with the open digester system. Prior to actual treatment, the closed digester was under gone a start-up operation which is crucial to the overall POME treatment. During the start-up operation, the system demonstrated a remarkable performance of high COD removal efficiency up to 97% and satisfactory ratio of volatile fatty acids alkalinity VFAAlk between and The lowest hydraulic retention time HRT at 17 days was achieved in less than 3 months. Initial biogas production rate was high, however declined during higher organic loading rates OLR. This was attributed to sudden variations of POME chemical properties that affect the system stability. The start-up strategy used for this process has achieved its objectives by creating an active microbial population which was expressed in terms of key performance parameters such as % COD removal efficiency, pH, VFAAlk and treatment of palm oil mill effluent POME was studied using a 16-litre laboratory scale up-flow anaerobic sludge blanket reactor UASB run over a range of influent concentrations from to g Chemical Oxygen Demand COD per litre at a constant hydraulic retention time of four days. Methane production, volatile fatty acid conversion, net sludge growth and Chemical Oxygen Demand reduction were monitored. Over 96% Chemical Oxygen Demand was removed at loadings up to g COD lβ1 dayβ1. At the highest influent concentration reactor instability was observed. Up to this point the results indicated that the UASB could treat POME more effectively than other systems the last century, a great deal of research and development as well as applications has been devoted to waste. These include waste minimization and treatment, the environmental assessment of waste, minimization of environmental impact, life cycle assessment and others. The major reason for such huge efforts is that waste generation constitutes one of the major environmental problems where production industries are concerned. Until now, an increasing pressure has been put on finding methods of reusing waste, for instance through cleaner production, thus mirroring rapid changes in environmental policies. The palm oil industry is one of the leading industries in Malaysia with a yearly production of more than 13 million tons of crude palm oil and plantations covering 11% of the Malaysian land area. However, the production of such amounts of crude palm oil result in even larger amounts of palm oil mill effluent POME, estimated at nearly three times the quantity of crude palm oil. Normally, POME is treated using end-of-pipe processes, but it is worth considering the potential value of POME prior to its treatment through introduction of a cleaner production. It is envisaged that POME can be sustainably reused as a fermentation substrate in the production of various metabolites, fertilizers and animal feeds through biotechnological advances. The present paper thus discusses various technically feasible and economically beneficial means of transforming the POME into low or preferably high value added Vijayaraghavan D. AhmadMohd Ezani Bin Abdul AzizIn this study treatment of palm oil mill effluent POME was investigated using aerobic oxidation based on an activated sludge process. The effects of sludge volume index, scum index and mixed liquor suspended solids during the acclimatizing phase and biomass build-up phase were investigated in order to ascertain the reactor stability. The efficiency of the activated sludge process was evaluated by treating anaerobically digested and diluted raw POME obtained from Golden Hope Plantations, Malaysia. The treatment of POME was carried out at a fixed biomass concentration of 3900+/-200mg/L, whereas the corresponding sludge volume index was found to be around 105+/-5mL/g. The initial studies on the efficiency of the activated sludge reactor were carried out using diluted raw POME for varying the hydraulic retention time, viz 18, 24, 30 and 36h and influent COD concentration, viz 1000, 2000, 3000, 4000 and 5000mg/L, respectively. The results showed that at the end of 36h of hydraulic retention time for the above said influent COD, the COD removal efficiencies were found to be 83%, 72%, 64%, 54% and 42% whereas at 24h hydraulic retention time they were 57%, 45%, 38%, 30% and 27%, respectively. The effectiveness of aerobic oxidation was also compared between anaerobically digested and diluted raw POME having corresponding CODs of 3908 and 3925mg/L, for varying hydraulic retention time, viz 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54 and 60h. The dissolved oxygen concentration and pH in the activated sludge reactor were found to be and respectively. The scum index was found to rise from to during the acclimatizing phase and biomass build-up Peraturan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku mutu air limbahHidup Kementrian Lingkungan[KMNLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2014. Salinan Peraturan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku mutu air limbah. Jakarta ID An Engineering Approach 4 th Edition in SI UnitsY A CangelM A BolesCangel, & Boles, 2002. Thermodynamics An Engineering Approach 4 th Edition in SI Units. Singapore SI ZWL centrifugal sewage portable wastewater treatment pump for remote Pompa ZWL centrifugal sewage portable wastewater treatment pump for remote settlement. [Internet].
HaloGaessKali ini saya membuatkan video tutorial mengenai summary daripada standard kontrol pengolahan (proses) produksi di pabrik minyak kelapa sawit.Se
- α©ΡΠ·Π²Π΅ΡΦΡ
α» ΠΏΡΠΈΠΊΡΠ½ΡΞΈΟ ΡΡα³αΠ°Π±ΡΠΎαΞΈ
- Ξ₯Ο Υα‘Π΅αΠΈΟΠ°Υ΅Π°Ρ α©ΡΡΦ
ααΡ
Ο
- ΞΠ±Ο
Π²Ξ±Υ»α Π΄Ο
Ρ α
Ρ
Pabrikkelapa sawit, pada umumnya ada 3 bagian industri: industri minyak goreng dan turunan sawit, industri tanaman sawit, industri produksi minyak sawit. Pengolahan kelapa sawit juga memiliki peranan penting. Berikut pengalaman yang pernah kami lakukan adalah melakukan assessment pabrik dengan skema berikut: Stasiun Penerimaan buah. Weight Bridge
Tanamankelapa sawit (Elaeis guineensis.j) merupakan salah satu tanaman strategi dalam uji material balance TBS yang diolah berdasarkan 3 fraksi yaitu TBS mentah, TBS matang dan TBS lewat matang untuk diuji kandungan TBS menyebabakan tidak stabilnya rendemen pabrik menggunakan analisis sebab-akibat (fishbone diagram). 1.2 Rumusan Masalah
h5Qdz. xocu2zw5qj.pages.dev/99xocu2zw5qj.pages.dev/541xocu2zw5qj.pages.dev/181xocu2zw5qj.pages.dev/49xocu2zw5qj.pages.dev/132xocu2zw5qj.pages.dev/548xocu2zw5qj.pages.dev/149xocu2zw5qj.pages.dev/459
material balance pabrik kelapa sawit